Pelanggaran
Etika Public Relations oleh
Perusahaan
Maskapai Adam Air
Indonesia
merupakan Negara yang masyarakatnya terkenal sangat menjunjung tinggi etika
yang ada. Etika sendiri dapat ditafsirkan sebagai suatu nilai yang menjadi
pegangan seseorang dalam bertindak. Etika biasanya berkenaan dengan nilai benar
atau salah. Etika lebih bersifat relatifitas. Sehingga cenderung tergantung
dengan penilaian masyarakat yang ada terhadap suatu tindakan. Meskipun
masyarakat Indonesia banyak diakui sangat menjunjung tinggi etika yang ada
namun tidak sedikit pula kita temukan pelanggaran etika yang kerap terjadi.
Pelanggaran etika yang terjadi pun tidak hanya dilakukan oleh individu saja,
namun juga perusahaan atau organisasi bisnis yang ada di Indonesia.
Masih ingat dalam benak masyarakat
Indonesia tahun 2007 ketika Pesawat Adam Air Boeing 737-300 dikabarkan
tergelincir di Bandar Udara Juanda, Surabaya Jawa Timur. Saat ditemui awak
media, Distrik Adam Air menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi akibat
cuaca yang buruk. Namun, walaupun demikian para penumpang yang ada sempat
menyatakan bahwa mereka sangat terkejut dan panic sesaat setelah pesawat yang
mereka tumpangi mendarat. Mereka sempat berhamburan keluar menyelamatkan diri
menuju bus (http://news.liputan6.com/read/137762/manajemen-adam-air-membantah-pesawat-tergelincir)
Kasus di atas merupakan sebuah
pelanggaran etika yang dilakukan oleh sebuah perusahaan maskapai yaitu Adam
air. Menjadi sebuah permasalahan ketika ada kejanggalan yang terjadi. Adam air
mencoba menutup – nutupi kasus yang ada. Pihak Adam air menyangkal adanya
bagian yang retak pada pesawatnya. Padahal pihak penumpang telah mendengar
sendiri adanya bagian yang terdengar retak. Hal tersebut diperparah dengan tindakan
pihak Adam air yang justru mencoba menutup – nutupi fakta yang ada mengenai
pesawat milik perusahaannya tersebut. Bentuk penutup nutuupan tersebut adalah
bahwa pihak manajeman Adam Air terbukti melalui gambar yang tersebar di media
bahwa telah mengecat dan menutupi retakan pesawat menggunakan kain putih dan
cat. Dari sejumlah bukti yang ada
PR dari pihak Adam air sendiri tetap membantah mengenai kerertakan pesawat yang
dialami oleh pesawat Adam Air 373-300 dan memilih untuk tidak berkomentar lagi
terkait hal tersebut
Apabila mengamati kasus yang ada,
maka sebenarnya hal tersebut dapat dianalisis berdasarkan praktek kehumasan.
Sebab kasus yang menimpa maskapai Adam Air tersebut sangat erat dengan masalah
etika seorang Public Relations.
Namun, sebelum menganalisis etika mana yang dilanggar, perlu dipahami apa itu
yang disebut dengan Public Relations
dan apa saja tugas yang dijalankan sehingga profesi tersebut dapat menimbulkan
citra perusahaan yang turun apabila salah mengambil sebuah keputusan seperti
yang dilakukan oleh pihan Adam Air.
Public
Relations atau yang sering disebut Humas (Hubungan Masyarakat) oleh masyarakat
memiliki pengertian yaitu fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan
hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan public yang
memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. (Cutlip and Center,
2006:1). Membaca pengertian yang terpapar, maka sudah jelas bahwa PR (Public
Relations) sangat menentukan hubungan antara organisasi dan public. PR (Public Relations) menentukan repurtasi
organisasi atau perusahaan di mata masyarakat. Maka, PR (Public Relations) perlu memerlukan kaedah dalam menjalankan
peranannya dalam organisasi atau perusahaan yang menaunginya.
Sebelum
memahami etika yang ada mengenai public relations, ada baiknya memahami apa
peranan public relation dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Ada beberapa
peranan yang biasanya dilakukan oleh seorang public relations atau yang biasa disebut praktisi humas. Pertama
adalah Teknisi komunikasi yaitu biasanya praktisi yang beertugas sebagai penulis
dan pengedit newsletter karyawan,
menulis news release dan feature, mengembangkan isi web dan
menangani kontak media. Peran praktisi humas yang kedua adalah expert prescriber. Peran sebagai expert prescriber berarti praktisi
kehumasan bertugas mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lai akan
menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR (Public Relations) dan
solusinya. Peran ketiga yang ada dalam praktisi kehumasan adalah fasilitator
komunikasi. Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai
pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi
bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan mediator antara
organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi
percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar
saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang
dibutuhkan baik itu oleh manajemen maupun public untuk membuat keputusan demi
kepentingan bersama. Peran terakhir yang ada dan dijalankan oleh seorang PR (Public Relations) adalah sebagai pemecah
masalah. Peranannya sebagai pemecah masalah ini yaitu ketika praktisi melakukan
peran tersebut, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan
dan memecahkan masalah. Mereka biasanya menjadi bagian dari tim perencanaan strategis.
(Cutlip and Center, 2009:46)
Pada
Profesi PR (Public Relations)
terdapat aturan yang mengatur bagaimana seorang PR harusnya menjalankan tugas.
Hal tersebut tercantum pada kode etik seorang PR. Kode etik yang sah yang telah
dibentuk dideklarasikan menurut dan oleh IPRA (International Public Relations Association) yang diantaranya memuat
peraturan wajib seorang praktisi humas yaitu
1.Ketaatan
Menaati
Prinsip – prinsip dalam piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(HAM)
2.
Integritas
Bertindak
secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk meyakinkan dan
mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa saja praktisi berhubungan;
3.
Dialogue
Berusaha
membentuk moral, kultural, dan intelektual untuk melakukan dialog dan mengakui
hak semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya.
4.
Keterbukaan
Berlaku
jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan kepentingan yang
diwakili;
5.
Konflik
Menghindari
konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut kepada pihak – pihak
yang terkait jika diperlukan;
6.
Kerahasiaan
Menjaga
kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka;
7.
Ketepatan
Melakukan
langkah – langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran dan ketepatan dari
semua informasi yang diberikan
8.
Kebohongan
Mengupayakan
dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah atau menyesatkan,
melakukan secara hati – hati untuk menghindari hal tersebut dan memperbaiki
secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan
9.
penipuan
Dilarang
mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak jujur;
10.
Pengungkapan
Dilarang
membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai suatu wahana terbuka yang
sebenarnya mengandung kepentinga tersembunyi;
11.
keuntungan
Dilarang
menjual dokumen kepada pihak ketigasalinan dokumen yang diperoleh dari pejabat
publik;
12.
Remunerasi
Dalam
memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari pihak yang terkait;
13.
pembujukan
Dilarang
baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau memberikan imbalan
dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat pemerintah atau media, atau pihak
lain yang berkepentingan;
14.
Pengaruh
Dilarang
menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan dnegan hokum untuk hal
yang dapat memengaruhi pejabat publik, media dan pihak lain yang
berkepentingan;
15.
persaingan
Dilarang
melakukan hal – hal yang secara sengaja untuk merusak reputasi praktisi yang
lain;
16.
Pemburuan
Dilarang
mengambil klien dari praktisi lain dengan cara – cara yang tidak jujur;
17.
Pekerjaan
Ketika
mempekerjakan seorang dari pejabat publik atau pesaing perlu memperhatikan aturan
dan kerahasiaan yang disyaratkan oleh organisasi tersebut.
18.
Rekan sejawat
Mengamati
kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA dan praktisi Public
Relations di seluruh dunia. (IPRA.org, 2015-12-14)
Membaca
pemaparan yang ada mengenai peran dank etika seorang PR (Public Relations) yang ada. Maka, dapat dianalisis bahwa pada kasus
Adam Air PR (Public Relations)
memiliki peran sebagai fasilitator komunikasi dan problem solver. Peran sebagai
fasilitator komunikasi ditunjukkan dalam bentuk adanya upaya PR pihak maskapai
Adam Air untuk mengklarifikasi pemberitaan media. PR Adam air berusaha menjalin
relasi dan membantu mengkomunikasikan masalah yang ada kepada public melalui
media yang ada saat itu. Selain peran tersebut, terdapat peran lainnya yaitu PR
Adam Air sebagai Problem solver. PR bersama manajer dari pihak maskapai Adam
Air berusaha mencari solusi untuk tetap menjaga citra dan reputasi perusahaan
penerbangan milik mereka.
Kasus yang terjadi yang menimpa
perusahaan maskapai Adam Air ini menjadi sebuah pelanggaran etika PR (Public Relations) manakala perusahaan
tersebut mulai menutupi kasus yang ada. Dengan cara menutupi keretakan yang ada
pada badan pesawat menggunakan cat dan kain putih. Hal tersebut sebenarnya
tidak sesuai dengan etika seorang PR (Public
Relations) dalam menjalankan praktek di lapangan. Pada pemaparan kode etik
sebelumnya, terdapat beberapa kali yaitu kurang lebih empat kali kata jujur
ditekankan untuk para praktisi PR (Public
Relations). Hal itu menandakan bahwa hal terpenting yamg harus dijunjung
tinggi dan utama oleh seorang PR (Public
Relations) adalah kejujuran. Kejujuran akan menimbulkan sebuah kepercayaan
dari publik. Sehingga publik akan loyal kepada perusahaan dan mempercayai
perusahaan sebagai perusahaan yang professional dan berintegritas. Namun,
sayangnya pada kasus Adam Air ini justru melanggar kode etik terutama kode etik
seorang PR pada poin ke delapan.
Pada poin tersebut menyatakan bahwa PR
mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah atau
menyesatkan, melakukan secara hati – hati untuk menghindari hal tersebut dan
memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan. Namun, pada nyatanya
PR maskapai Adam air memberi dan memanipulasi bukti yang ada yaitu dengan menutup
– nututupi kerusakan yang ada pada badan pesawat. Selain itu, Praktisi PR (Public Relations) Adam Air sendiri
ketika telah tertangkap basah berbohong tidak lekas mengklarifikasi dan meminta
maaf namun justru berbalik arah tidak mau berkomentar terhadap kasus yang ada.
Hal ini sangat terlihat bahwa PR maskapai Adam Air tidak menerapkan kode etik
PR (Public Relations) dengan baik dan
benar. Memang, PR telah menjalankan peran yang harus dia kerjakan sebagai tugas
namun keputusan pemecahan masalah yang ada menyeleweng dari kaedah aturan yang
berlaku, sehingga menimbulkan masalah yang baru lagi dan citra serta reputasi
perusahaan menjadi menurun. Hal tersebut tentunya akan berdampak juga pada
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap maskapai penerbangan Adam Air.
Selain pelanggaran kode etik, kasus yang
ada yang menyangkut perusahaan penerbangan maskapai Adam Air ini juga telah
melanggar Virtue Ethics. Virtue Ethics merupakan tindakan baik atau karakter
baik yang harusnya diterapkan dalam seseorang melakukan sesuatu untuk
profesinya. Virtue Ethics mengandung beberapa poin kebaikan yaitu ada unsur
kebaikan, kesopanan, kasih sayang, kesadaran, keberanian, dapat dipertanggungjawabkan,
kejujuran, keadilan, keramahan, kemurah hatian, kerajinan, kesetiaan,
kebijaksanaan, kepercayaan diri, perhatian, toleransi, kesabaran, kontrol diri.
Itulah contoh – contoh virtue ethics yang ada yang harusnya disadari oleh
setiap orang yang mengaku memiliki profesi. Namun, sayangnya banyak dari mereka
yang justru melanggara virtue ethics yang ada. Misalnya dalam kasus PR (Publik
Relations) yang dilakukan oleh pihak maskapai Adam Air. Virtue Ethics yang
paling menonjo yang dilanggar yaitu kejujuran, tanggung jawab. Kejujuran jelas
terlihat sekali dilanggar karena adanya manipulasi yang dilakukan pada bagian
badan pesawat untuk menutupi kerusakan atau keretakan yang terjadi. Sedangkan
unsur tanggung jawab dilanggar oleh PR Adam air dalam bentuk pengelakan untuk
berkomentar ketika wartawan menanya bagaimana tanggapannya mengenai
diketahuinya manipulasi yang dilakukan pihak Adam Air pada bagian pesawat yang
rusak. PR justru mengelak dan tidak mau berkomentar. Hal itu dapat ditangkap
sebagai sebuah bentuk kurangnya tanggung jawab seorang PR dalam keputusan yang
dia ambil. Dalam kasus ini adalah keputusan untuk menutup – nututpi tragedy
tersebut.
Pada pembahasan Virtue Ethics, di dalam
buku Mixed media (2004) karangan Thomas Bivins mmenyatakan bahwa Virtue Ethics
merupakan hal yang penting disadari oleh terutama praktisi kehumasan atau PR
(Public Relations). Sebab, bila karakter yang terbentuk baik dan mengacu pada
unsur yang telah dipaparkan sebelumnya dalam virtue ethics maka otomatis
keputusan yang akan diambil juga keputusan yang baik dan benar. Namun,
sebaliknya apabila kita telah melanggar virtue ethics yang ada maka kepputusan
yang ada kemungkinan besar akan berpotensi menimbulkan keputusan yang salah.
Oleh sebab itu, Pihak maskapai Adam Air adalah salah satu contoh praktek
kehumasan yang salah. PR yang ada tidak memperhatikan kaedah – kaedah yang
berlaku dalam melakukan praktik profesi yang ada. Contohnya humas.
Jadi, sebenarnya apa yang dilakukan oleh
PR dar maskapai Adam Air merupakan suatu kesalahab dalam pengambilan keputusan
untuk suatu permasalahan. Sebaiknya ketika mengambil suatu keputusan jangan
tergesa – gesa dan memperhitungkan dampak dari keputusan tersebu bagi
perusahaan. Apakah citra dan reputasi perusahaan akan naik ataukah malah turun.
Pada kasus PR (Public Relations) Perusahaan penerbangan Maskapai Adam Air
kesalahan terjadi akibat ketidakjujuran yang dilakukan. Semakin seorang PR
menututp – nutupi sesuatu maka semakin terciumlah oleh awak pemburu berita. Sehingga
dalam pengambilan sebuah keputusan ada baiknya memperhitungkan proses
pengambilan keputusan yang etis (ethical
decision making process) apakah yang disebut dengan pengambilan keputusan
secara etis?
Pengambilan keputusan secara etis (ethical decision making process) adalah
suatu tahapan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Proses dari
pengambilan keputusan yang bertanggungjawab tersebut dapat dimulai dengan cara menentukan
fakta – fakta dalam situasi tersebut. Mengaetahui dakta – dakta dan meninjau secara
cermat keadaannya akan memberikan kemudahan dalam memecahkan perselisihan
pendapat pada tahap awal. Mengetahui fakta – fakta yang ada merupakan sesuatu
yang ama penting. Karena di dalamnya terdapat sebuah peran dari beberapa ilmu pengetahuan (dan alas an teoritis) dalam
setiap studi mengenai etika. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan
penentuan yang cermat atas fakta – fakta yang ada merupakan sebuah penilaian
atis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat tidak berdasarkan
fakta – fakta. Seseorang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan
fakta telah telah bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawabsecara etis
daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam . Ilmu
pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan sosial dapat membantu kita dalam
menentukan fakta – fakta apa saja yang mungkin berhubungan dalam pengambilan sebuah
keputusan daam pekerjaan. Misalnya ilmu pengetahuan sosial yaitu ekonomi dan
antropologi membantu kita dalam memahami bagaimana kondisi latarbelakang publik
yang kita hadapi misalnya hal ini dalam contoh kasus PR (Public Relations) perusahaan maskapai Adam Air. (Hartman dan
DesJardins, 2008:37)
Ilmu pengetahuan tersebut membantu kita
memahami bagaimana kita harus bertindak dalam pengambilan suatu keputusan
ketika dihadapkan pada publik yang memiliki karakteristik seperti itu. Sayangnya,
PR (Public Relations) maskapai Adam
Air telah salah sejak awal mengambil keputusan secara tidak etis dan tidak
mempertimbangkan fakta – fakta. PR maskapai Adam Air justru memilih untuk
berbohong kepada public yang kala itu kondisinya pasti akan bertanya secara
kritis. Kesalahan pula terjadi karena pihak yang bersangkutan yaitu PR
perusahaan maskapai Adam Air justru melakukan aksi tutup mulut terhadap kasus
yang ada. Hal tersebut sangat tidak etis. Karena disaat situasi genting dan publik
membutuhkan sebuah jawaban yang meyakinkan yang dapat mengembalikkan
kepercayaan mereka PR Adam Air justru tidak mau berkomentar dan membuat kecewa.
Hal ini tentu akan membuat orang – orang yang bersangkutan dnegan kasus
tersebut menjadi kecewa dan kehilangan kepercayaan lagi. Misalnya saja dari
pihak penumpang yang kala itu merasa ketakutan. Pihak Adam Air tidak membuat
usaha untuk menangani para penumpang. Mereka kurang memperhitungkan loyalitas
pelanggan (dalam hal ini penumpang pesawat) yang kala itu panik dan berhamburan
keluar. Kurangnya Loyalitas dari pihak maskapai penerbangan Adam Air kepada
pelanggan atau penumpang kala itu sebenarnya sangat merugikan. Karena, pertama
penumpang akan merasa kecewa sehingga ketertarikan dan daya beli masyarakat
terhadap maskapai Adam Air sebagai transportasi udara menurun. Kedua, Publik
yang akan memandang sebelah mata setelah melihat keputusan dan kebijakan yang
kurang etis yang dilakukan oleh pihak Adam Air.
Jadi, inti dari kasus yang menimpa Adam
Air ini merupakan kasus berkaitan dengan masalah etika seorang PR (Public Relations) yang ada dalam
perusahaan yang memerankan peran sebagai problem solver dan fasilitator komunikasi.
Namun, peran tersebut tidak dijalankan dengan baik dan benar sehingga peran
yang dijalankan justru melanggar kaedah aturan etika seorang PR (Public Relations) berkenaan dengan
kejujuran dan integritas yang merupakan sesuatu unsur penting yang sebenarnya
keutamaan yang harus dimiliki oleh seorang PR (Public Relations). Kesalahan
yang fatal karena suatu kebohongan sebenarnya dapat dihindari dnegan cara
pengambilan keputusan yang mempertimbangkan unsur tanggung jawab etika. Dengan
cara melihat fakta – fakta yang ada. Apabila memang pihaknya salah katakana
salah. Karena karakteristik public di Negara Indonesia adalah semakin suatu
organisasi atau perusahaan menutup – nututpi dan berbohong atas suatu hal maka
public akan semakin kecewa dan membencinya. Namun, apabila suatu perusahaan
atau organisasi tersebut jujur dan meminta maaf maka public mungkin akan
bergejolak namun hal itu tidak lama karena public kemudian akan reda dengan
sendirinya sebab menganggap hal itu sebagai kesalahan yang telah diakui oleh perusahaan
atau organisasi maka patutlah untuk dimaafkan. Hal tersebut yang harusnya
dipakai sebagai pelajaran dalam pengambilan keputusan etik yang dilakukan oleh
pihak maskapai Adam Air
Bivins,
Thomas. (2004). Mixed Media. London:Lawrence
Erlbaum Associates, Inc.
Cutlip,
Center and Broom. (2006). Effective
Public Relations. Jakarta: Perdana media.
DesJardins
and Hartan. (2008). Etika Bisnis. Jakarta:
Erlangga.
Ian. (2007). Manajemen Adam Air
membantah Pesawat Tergelincir. Liputan6.com.
diakses dari http://news.liputan6.com/read/137762/manajemen-adam-air-membantah-pesawat-tergelincir.
Parsons,
J. (2007). Etika Public Relations.
Jakarta: Erlangga.
.
izinkan saya berbagi beberapa hal bagus dengan Anda di blog indah Anda. saya dapat membeli properti dengan bantuan dari mr pedro dan tim perusahaan pinjamannya dengan cepat merespons dan karena ini adalah pertama kalinya saya mendapatkan pinjaman untuk membeli properti, dia dapat membantu saya menjalani proses pinjaman. itu adalah pengalaman hebat bekerja dengan pemberi pinjaman pinjaman yang baik dan baik hati. saya harap Anda tahu betul jika Anda mencari pinjaman untuk membeli properti atau mendanai tujuan bisnis maka pesan ini untuk Anda akan dapat membantu Anda dengan proses seperti itu di sini alamat email detailnya: pedroloanss@gmail.com & whatsapp teks: +18632310632
BalasHapus