Senin, 14 Desember 2015

Pelanggaran Etika Public Relations yang dilakukan Perusahaan Maskapai Adam Air



Pelanggaran Etika Public Relations oleh
Perusahaan Maskapai Adam Air
Indonesia merupakan Negara yang masyarakatnya terkenal sangat menjunjung tinggi etika yang ada. Etika sendiri dapat ditafsirkan sebagai suatu nilai yang menjadi pegangan seseorang dalam bertindak. Etika biasanya berkenaan dengan nilai benar atau salah. Etika lebih bersifat relatifitas. Sehingga cenderung tergantung dengan penilaian masyarakat yang ada terhadap suatu tindakan. Meskipun masyarakat Indonesia banyak diakui sangat menjunjung tinggi etika yang ada namun tidak sedikit pula kita temukan pelanggaran etika yang kerap terjadi. Pelanggaran etika yang terjadi pun tidak hanya dilakukan oleh individu saja, namun juga perusahaan atau organisasi bisnis yang ada di Indonesia.
            Masih ingat dalam benak masyarakat Indonesia tahun 2007 ketika Pesawat Adam Air Boeing 737-300 dikabarkan tergelincir di Bandar Udara Juanda, Surabaya Jawa Timur. Saat ditemui awak media, Distrik Adam Air menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi akibat cuaca yang buruk. Namun, walaupun demikian para penumpang yang ada sempat menyatakan bahwa mereka sangat terkejut dan panic sesaat setelah pesawat yang mereka tumpangi mendarat. Mereka sempat berhamburan keluar menyelamatkan diri menuju bus (http://news.liputan6.com/read/137762/manajemen-adam-air-membantah-pesawat-tergelincir)
            Kasus di atas merupakan sebuah pelanggaran etika yang dilakukan oleh sebuah perusahaan maskapai yaitu Adam air. Menjadi sebuah permasalahan ketika ada kejanggalan yang terjadi. Adam air mencoba menutup – nutupi kasus yang ada. Pihak Adam air menyangkal adanya bagian yang retak pada pesawatnya. Padahal pihak penumpang telah mendengar sendiri adanya bagian yang terdengar retak. Hal tersebut diperparah dengan tindakan pihak Adam air yang justru mencoba menutup – nutupi fakta yang ada mengenai pesawat milik perusahaannya tersebut. Bentuk penutup nutuupan tersebut adalah bahwa pihak manajeman Adam Air terbukti melalui gambar yang tersebar di media bahwa telah mengecat dan menutupi retakan pesawat menggunakan kain putih dan cat. Dari sejumlah bukti yang ada PR dari pihak Adam air sendiri tetap membantah mengenai kerertakan pesawat yang dialami oleh pesawat Adam Air 373-300 dan memilih untuk tidak berkomentar lagi terkait hal tersebut
            Apabila mengamati kasus yang ada, maka sebenarnya hal tersebut dapat dianalisis berdasarkan praktek kehumasan. Sebab kasus yang menimpa maskapai Adam Air tersebut sangat erat dengan masalah etika seorang Public Relations. Namun, sebelum menganalisis etika mana yang dilanggar, perlu dipahami apa itu yang disebut dengan Public Relations dan apa saja tugas yang dijalankan sehingga profesi tersebut dapat menimbulkan citra perusahaan yang turun apabila salah mengambil sebuah keputusan seperti yang dilakukan oleh pihan Adam Air.
Public Relations atau yang sering disebut Humas (Hubungan Masyarakat) oleh masyarakat memiliki pengertian yaitu fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan public yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. (Cutlip and Center, 2006:1). Membaca pengertian yang terpapar, maka sudah jelas bahwa PR (Public Relations) sangat menentukan hubungan antara organisasi dan public. PR (Public Relations) menentukan repurtasi organisasi atau perusahaan di mata masyarakat. Maka, PR (Public Relations) perlu memerlukan kaedah dalam menjalankan peranannya dalam organisasi atau perusahaan yang menaunginya.
Sebelum memahami etika yang ada mengenai public relations, ada baiknya memahami apa peranan public relation dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Ada beberapa peranan yang biasanya dilakukan oleh seorang public relations atau yang biasa disebut praktisi humas. Pertama adalah Teknisi komunikasi yaitu biasanya praktisi yang beertugas sebagai penulis dan pengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi web dan menangani kontak media. Peran praktisi humas yang kedua adalah expert prescriber. Peran sebagai expert prescriber berarti praktisi kehumasan bertugas mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lai akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR (Public Relations) dan solusinya. Peran ketiga yang ada dalam praktisi kehumasan adalah fasilitator komunikasi. Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan baik itu oleh manajemen maupun public untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama. Peran terakhir yang ada dan dijalankan oleh seorang PR (Public Relations) adalah sebagai pemecah masalah. Peranannya sebagai pemecah masalah ini yaitu ketika praktisi melakukan peran tersebut, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka biasanya menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. (Cutlip and Center, 2009:46)
Pada Profesi PR (Public Relations) terdapat aturan yang mengatur bagaimana seorang PR harusnya menjalankan tugas. Hal tersebut tercantum pada kode etik seorang PR. Kode etik yang sah yang telah dibentuk dideklarasikan menurut dan oleh IPRA (International Public Relations Association) yang diantaranya memuat peraturan wajib seorang praktisi humas yaitu
1.Ketaatan
Menaati Prinsip – prinsip dalam piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Integritas
Bertindak secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk meyakinkan dan mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa saja praktisi berhubungan;
3. Dialogue
Berusaha membentuk moral, kultural, dan intelektual untuk melakukan dialog dan mengakui hak semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya.
4. Keterbukaan
Berlaku jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan kepentingan yang diwakili;
5. Konflik
Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut kepada pihak – pihak yang terkait jika diperlukan;
6. Kerahasiaan
Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka;
7. Ketepatan
Melakukan langkah – langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran dan ketepatan dari semua informasi yang diberikan
8. Kebohongan
Mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah atau menyesatkan, melakukan secara hati – hati untuk menghindari hal tersebut dan memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan
9. penipuan
Dilarang mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak jujur;
10. Pengungkapan
Dilarang membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai suatu wahana terbuka yang sebenarnya mengandung kepentinga tersembunyi;
11. keuntungan
Dilarang menjual dokumen kepada pihak ketigasalinan dokumen yang diperoleh dari pejabat publik;
12. Remunerasi
Dalam memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari pihak yang terkait;
13. pembujukan
Dilarang baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau memberikan imbalan dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat pemerintah atau media, atau pihak lain yang berkepentingan;
14. Pengaruh
Dilarang menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan dnegan hokum untuk hal yang dapat memengaruhi pejabat publik, media dan pihak lain yang berkepentingan;
15. persaingan
Dilarang melakukan hal – hal yang secara sengaja untuk merusak reputasi praktisi yang lain;
16. Pemburuan
Dilarang mengambil klien dari praktisi lain dengan cara – cara yang tidak jujur;
17. Pekerjaan
Ketika mempekerjakan seorang dari pejabat publik atau pesaing perlu memperhatikan aturan dan kerahasiaan yang disyaratkan oleh organisasi tersebut.
18. Rekan sejawat
Mengamati kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA dan praktisi Public Relations di seluruh dunia. (IPRA.org, 2015-12-14)
Membaca pemaparan yang ada mengenai peran dank etika seorang PR (Public Relations) yang ada. Maka, dapat dianalisis bahwa pada kasus Adam Air PR (Public Relations) memiliki peran sebagai fasilitator komunikasi dan problem solver. Peran sebagai fasilitator komunikasi ditunjukkan dalam bentuk adanya upaya PR pihak maskapai Adam Air untuk mengklarifikasi pemberitaan media. PR Adam air berusaha menjalin relasi dan membantu mengkomunikasikan masalah yang ada kepada public melalui media yang ada saat itu. Selain peran tersebut, terdapat peran lainnya yaitu PR Adam Air sebagai Problem solver. PR bersama manajer dari pihak maskapai Adam Air berusaha mencari solusi untuk tetap menjaga citra dan reputasi perusahaan penerbangan milik mereka.
            Kasus yang terjadi yang menimpa perusahaan maskapai Adam Air ini menjadi sebuah pelanggaran etika PR (Public Relations) manakala perusahaan tersebut mulai menutupi kasus yang ada. Dengan cara menutupi keretakan yang ada pada badan pesawat menggunakan cat dan kain putih. Hal tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan etika seorang PR (Public Relations) dalam menjalankan praktek di lapangan. Pada pemaparan kode etik sebelumnya, terdapat beberapa kali yaitu kurang lebih empat kali kata jujur ditekankan untuk para praktisi PR (Public Relations). Hal itu menandakan bahwa hal terpenting yamg harus dijunjung tinggi dan utama oleh seorang PR (Public Relations) adalah kejujuran. Kejujuran akan menimbulkan sebuah kepercayaan dari publik. Sehingga publik akan loyal kepada perusahaan dan mempercayai perusahaan sebagai perusahaan yang professional dan berintegritas. Namun, sayangnya pada kasus Adam Air ini justru melanggar kode etik terutama kode etik seorang PR pada poin ke delapan.
Pada poin tersebut menyatakan bahwa PR mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah atau menyesatkan, melakukan secara hati – hati untuk menghindari hal tersebut dan memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan. Namun, pada nyatanya PR maskapai Adam air memberi dan memanipulasi bukti yang ada yaitu dengan menutup – nututupi kerusakan yang ada pada badan pesawat. Selain itu, Praktisi PR (Public Relations) Adam Air sendiri ketika telah tertangkap basah berbohong tidak lekas mengklarifikasi dan meminta maaf namun justru berbalik arah tidak mau berkomentar terhadap kasus yang ada. Hal ini sangat terlihat bahwa PR maskapai Adam Air tidak menerapkan kode etik PR (Public Relations) dengan baik dan benar. Memang, PR telah menjalankan peran yang harus dia kerjakan sebagai tugas namun keputusan pemecahan masalah yang ada menyeleweng dari kaedah aturan yang berlaku, sehingga menimbulkan masalah yang baru lagi dan citra serta reputasi perusahaan menjadi menurun. Hal tersebut tentunya akan berdampak juga pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap maskapai penerbangan Adam Air. 
Selain pelanggaran kode etik, kasus yang ada yang menyangkut perusahaan penerbangan maskapai Adam Air ini juga telah melanggar Virtue Ethics. Virtue Ethics merupakan tindakan baik atau karakter baik yang harusnya diterapkan dalam seseorang melakukan sesuatu untuk profesinya. Virtue Ethics mengandung beberapa poin kebaikan yaitu ada unsur kebaikan, kesopanan, kasih sayang, kesadaran, keberanian, dapat dipertanggungjawabkan, kejujuran, keadilan, keramahan, kemurah hatian, kerajinan, kesetiaan, kebijaksanaan, kepercayaan diri, perhatian, toleransi, kesabaran, kontrol diri. Itulah contoh – contoh virtue ethics yang ada yang harusnya disadari oleh setiap orang yang mengaku memiliki profesi. Namun, sayangnya banyak dari mereka yang justru melanggara virtue ethics yang ada. Misalnya dalam kasus PR (Publik Relations) yang dilakukan oleh pihak maskapai Adam Air. Virtue Ethics yang paling menonjo yang dilanggar yaitu kejujuran, tanggung jawab. Kejujuran jelas terlihat sekali dilanggar karena adanya manipulasi yang dilakukan pada bagian badan pesawat untuk menutupi kerusakan atau keretakan yang terjadi. Sedangkan unsur tanggung jawab dilanggar oleh PR Adam air dalam bentuk pengelakan untuk berkomentar ketika wartawan menanya bagaimana tanggapannya mengenai diketahuinya manipulasi yang dilakukan pihak Adam Air pada bagian pesawat yang rusak. PR justru mengelak dan tidak mau berkomentar. Hal itu dapat ditangkap sebagai sebuah bentuk kurangnya tanggung jawab seorang PR dalam keputusan yang dia ambil. Dalam kasus ini adalah keputusan untuk menutup – nututpi tragedy tersebut.
Pada pembahasan Virtue Ethics, di dalam buku Mixed media (2004) karangan Thomas Bivins mmenyatakan bahwa Virtue Ethics merupakan hal yang penting disadari oleh terutama praktisi kehumasan atau PR (Public Relations). Sebab, bila karakter yang terbentuk baik dan mengacu pada unsur yang telah dipaparkan sebelumnya dalam virtue ethics maka otomatis keputusan yang akan diambil juga keputusan yang baik dan benar. Namun, sebaliknya apabila kita telah melanggar virtue ethics yang ada maka kepputusan yang ada kemungkinan besar akan berpotensi menimbulkan keputusan yang salah. Oleh sebab itu, Pihak maskapai Adam Air adalah salah satu contoh praktek kehumasan yang salah. PR yang ada tidak memperhatikan kaedah – kaedah yang berlaku dalam melakukan praktik profesi yang ada. Contohnya humas.
Jadi, sebenarnya apa yang dilakukan oleh PR dar maskapai Adam Air merupakan suatu kesalahab dalam pengambilan keputusan untuk suatu permasalahan. Sebaiknya ketika mengambil suatu keputusan jangan tergesa – gesa dan memperhitungkan dampak dari keputusan tersebu bagi perusahaan. Apakah citra dan reputasi perusahaan akan naik ataukah malah turun. Pada kasus PR (Public Relations) Perusahaan penerbangan Maskapai Adam Air kesalahan terjadi akibat ketidakjujuran yang dilakukan. Semakin seorang PR menututp – nutupi sesuatu maka semakin terciumlah oleh awak pemburu berita. Sehingga dalam pengambilan sebuah keputusan ada baiknya memperhitungkan proses pengambilan keputusan yang etis (ethical decision making process) apakah yang disebut dengan pengambilan keputusan secara etis?
Pengambilan keputusan secara etis (ethical decision making process) adalah suatu tahapan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Proses dari pengambilan keputusan yang bertanggungjawab tersebut dapat dimulai dengan cara menentukan fakta – fakta dalam situasi tersebut. Mengaetahui dakta – dakta dan meninjau secara cermat keadaannya akan memberikan kemudahan dalam memecahkan perselisihan pendapat pada tahap awal. Mengetahui fakta – fakta yang ada merupakan sesuatu yang ama penting. Karena di dalamnya terdapat sebuah peran dari beberapa  ilmu pengetahuan (dan alas an teoritis) dalam setiap studi mengenai etika. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta – fakta yang ada merupakan sebuah penilaian atis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat tidak berdasarkan fakta – fakta. Seseorang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah telah bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawabsecara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam . Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan sosial dapat membantu kita dalam menentukan fakta – fakta apa saja yang mungkin berhubungan dalam pengambilan sebuah keputusan daam pekerjaan. Misalnya ilmu pengetahuan sosial yaitu ekonomi dan antropologi membantu kita dalam memahami bagaimana kondisi latarbelakang publik yang kita hadapi misalnya hal ini dalam contoh kasus PR (Public Relations) perusahaan maskapai Adam Air. (Hartman dan DesJardins, 2008:37)
Ilmu pengetahuan tersebut membantu kita memahami bagaimana kita harus bertindak dalam pengambilan suatu keputusan ketika dihadapkan pada publik yang memiliki karakteristik seperti itu. Sayangnya, PR (Public Relations) maskapai Adam Air telah salah sejak awal mengambil keputusan secara tidak etis dan tidak mempertimbangkan fakta – fakta. PR maskapai Adam Air justru memilih untuk berbohong kepada public yang kala itu kondisinya pasti akan bertanya secara kritis. Kesalahan pula terjadi karena pihak yang bersangkutan yaitu PR perusahaan maskapai Adam Air justru melakukan aksi tutup mulut terhadap kasus yang ada. Hal tersebut sangat tidak etis. Karena disaat situasi genting dan publik membutuhkan sebuah jawaban yang meyakinkan yang dapat mengembalikkan kepercayaan mereka PR Adam Air justru tidak mau berkomentar dan membuat kecewa. Hal ini tentu akan membuat orang – orang yang bersangkutan dnegan kasus tersebut menjadi kecewa dan kehilangan kepercayaan lagi. Misalnya saja dari pihak penumpang yang kala itu merasa ketakutan. Pihak Adam Air tidak membuat usaha untuk menangani para penumpang. Mereka kurang memperhitungkan loyalitas pelanggan (dalam hal ini penumpang pesawat) yang kala itu panik dan berhamburan keluar. Kurangnya Loyalitas dari pihak maskapai penerbangan Adam Air kepada pelanggan atau penumpang kala itu sebenarnya sangat merugikan. Karena, pertama penumpang akan merasa kecewa sehingga ketertarikan dan daya beli masyarakat terhadap maskapai Adam Air sebagai transportasi udara menurun. Kedua, Publik yang akan memandang sebelah mata setelah melihat keputusan dan kebijakan yang kurang etis yang dilakukan oleh pihak Adam Air.
Jadi, inti dari kasus yang menimpa Adam Air ini merupakan kasus berkaitan dengan masalah etika seorang PR (Public Relations) yang ada dalam perusahaan yang memerankan peran sebagai problem solver dan fasilitator komunikasi. Namun, peran tersebut tidak dijalankan dengan baik dan benar sehingga peran yang dijalankan justru melanggar kaedah aturan etika seorang PR (Public Relations) berkenaan dengan kejujuran dan integritas yang merupakan sesuatu unsur penting yang sebenarnya keutamaan yang harus dimiliki oleh seorang PR (Public Relations). Kesalahan yang fatal karena suatu kebohongan sebenarnya dapat dihindari dnegan cara pengambilan keputusan yang mempertimbangkan unsur tanggung jawab etika. Dengan cara melihat fakta – fakta yang ada. Apabila memang pihaknya salah katakana salah. Karena karakteristik public di Negara Indonesia adalah semakin suatu organisasi atau perusahaan menutup – nututpi dan berbohong atas suatu hal maka public akan semakin kecewa dan membencinya. Namun, apabila suatu perusahaan atau organisasi tersebut jujur dan meminta maaf maka public mungkin akan bergejolak namun hal itu tidak lama karena public kemudian akan reda dengan sendirinya sebab menganggap hal itu sebagai kesalahan yang telah diakui oleh perusahaan atau organisasi maka patutlah untuk dimaafkan. Hal tersebut yang harusnya dipakai sebagai pelajaran dalam pengambilan keputusan etik yang dilakukan oleh pihak maskapai Adam Air
Daftar Pustaka
Bivins, Thomas. (2004). Mixed Media. London:Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Cutlip, Center and Broom. (2006). Effective Public Relations. Jakarta: Perdana media.
DesJardins and Hartan. (2008). Etika Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Ian. (2007). Manajemen Adam Air membantah Pesawat Tergelincir. Liputan6.com. diakses dari http://news.liputan6.com/read/137762/manajemen-adam-air-membantah-pesawat-tergelincir.
Parsons, J. (2007). Etika Public Relations. Jakarta: Erlangga.

.


1 komentar:

  1. izinkan saya berbagi beberapa hal bagus dengan Anda di blog indah Anda. saya dapat membeli properti dengan bantuan dari mr pedro dan tim perusahaan pinjamannya dengan cepat merespons dan karena ini adalah pertama kalinya saya mendapatkan pinjaman untuk membeli properti, dia dapat membantu saya menjalani proses pinjaman. itu adalah pengalaman hebat bekerja dengan pemberi pinjaman pinjaman yang baik dan baik hati. saya harap Anda tahu betul jika Anda mencari pinjaman untuk membeli properti atau mendanai tujuan bisnis maka pesan ini untuk Anda akan dapat membantu Anda dengan proses seperti itu di sini alamat email detailnya: pedroloanss@gmail.com & whatsapp teks: +18632310632

    BalasHapus